Monday, December 6, 2010

Satu kata berarti sejuta

Aku punya keluarga, ya, pasti aku punya keluarga. Tapi, taukah kalian apa yang kupikirkan mengenai pengertian dari keluarga?
Keluarga, sebuah kata singkat yang mempunyai arti terbesar dalam hidup kita. Sadar atau tidak, kita akan selalu membutuhkan keluarga. Bagaimanpun juga tanpa keluarga kita tak akan bertahan hidup dalam kesendirian. Kita masih bisa tersenyum tanpa teman, tapi kita tak akan pernah bisa tersenyum tanpa keluarga.
Keluargaku, ya satu kata terbesar yang ada dalam hidupku. Keluargaku bukan termasuk keluarga yang kaya, hanya keluarga biasa saja, sederhana, yang mempunyai 2 orang anak (sebelumnya). Aku punya ayah, ibu, dan kakak (almh). Ya, aku punya kakak perempuan, tapi dia telah tiada, sejak aku masih kecil. Keluargaku tak lagi utuh, tidak setelah kepergian kakak tersayangku. Kini hanya aku keturunan di keluargaku. Tentu saja hal ini tidaklah mudah. Kenapa? Karena aku punya tanggung jawab besar atas keluargaku nantinya, hanya aku.
Pernah ada temanku yang bercerita mengenai keadaan keluarganya padaku, dia bilang dia tak pernah di perhatikan di keluarganya, layaknya tak pernah dianggap dalam keluarganya. Saat dia bicara, tak pernah ada yang menghargainya. Mungkin bukan sekali dua kali ia bercerita padaku mengenai hal itu. Aku sendiri bingung harus bicara apa. Asal di tahu saja, keadaanku di rumah lebih keras daripada dia. Aku anak satu-satunya, aku satu-satunya tumpuan keluargaku pada akhirnya, sebuah beban yang berat dipundakku. Tapi aku bertahan dengah hal ini, karena aku pernah berjanji pada diriku sendiri, aku tak boleh buat kecewa orang tuaku. Aku sendirian di rumah, ya karena aku memang sendirian di rumah. Orangtuaku adalah pekerja keras. Mereka bekerja sebagai wiraswasta yang sehari-hari di rumah, tapi waktu mereka selalu habis untuk pekerjaan mereka. Berbeda dengan temanku, orangtuanya bekerja, mungkin baru ketemu setelah mereka di rumah. Jadi, sedikit wajar waktu yang tersedia lebih sedikit. Bandingkan denganku. Orangtuaku bekerja di rumah, tapi bahkan aku jarang berbicara banyak dengan mereka. Sedang kebutuhanku? Aku membeli tiap HPku dengan uangku sendiri, menabung dengan uang saku yang aku terima tiap harinya. Saat aku ingin beli apa, aku selalu berusaha memenuhi kebutuhan itu sendiri. Tentu saja dengan hal yang bisa kulakukan, yaitu menabung. Aku sampai tak pernah jajan hanya untuk beli HP. Nasibmu lebih baik daripadaku. Kamu masih bisa main seenak kamu sendiri, tapi lihat aku? Aku bahkan jarang main karena memang aku tak boleh main. Pergi kemanapun selalu saja orang tuaku terlalu over protektif. Kadang aku sebel, kadang aku benci, kenapa seperti ini. Tapi aku sadari sesuatu, aku hidup dalam keluargaku. Bagaimanapun juga harus kulalui semuanya demi keluargaku. Aku menyayangi keluarga jauh di lubuk hatiku. Meski aku ragu apakah orangtuaku tau akan perasaanku. Aku akan tetap berusaha mengerti keadaan keluargaku. Bagaimanpun juga, bukan sifatku memaksa, aku hanya bisa menerima.
Ayahku, seorang yang keras tapi cukup bijaksana. Ayahku sangat keras keras sekali. Sekali ia bilang tidak, selamanya ia akan berkata tidak. Ayahku sulit untuk mengerti keadaanku, aku menangis tiap malampun beliau tak tau. Aku hanya bisa diam. Ayahku selalu bisa memaksa apa yang jadi inginnya, ayahku terlalu meremehkan orang lain, termasuk aku. Apa yang jadi pendapatku tak pernah ia anggap. Yang harus diterima hanya pendapatnya.
Ibuku, seorang yang juga keras. Sama seperti ayahku, ibu sulit untuk mengerti keadaanku. Aku menangis, tak ada yang tahu.
Beginilah keluargaku seharinya. Aku selalu sendiri karena orangtuaku punya kesibukan mereka sendiri. Bila aku butuh mereka, aku harus menunggu hingga mereka punya waktu untukku. Aku berusaha untuk tak mengeluh, karena aku memang tak boleh mengeluh. Aku tetap sayang pada keluargaku, meski keadaan terjadi seperti ini.

0 comments:

Post a Comment